Mengenal
Alat Musik Tiup Tradisional Khas Sumatra
Indonesia
terdiri atas ribuan pulau yang memiliki beragam seni budaya. Hal ini membuat
Indonesia disebut sebagai Negeri Seribu Budaya. Salah satu kekayaan budaya
Nusantara dapat dilihat dari berbagai jenis alat musik tradisional yang ada. Alat
musik tradisional adalah suatu alat yang diciptakan masyarakat daerah setempat dari
bahan sederhana yang bertujuan untuk menghasilkan alunan musik. Cara
memainkannya bisa dipukul, ditepuk, digesek, dipetik, atau ditiup. Alat musik
yang dimainkan dengan cara ditiup disebut alat musik tiup. Suara dari alat
musik tiup berasal dari kolom udara yang bergetar dalam sebuah resonator. Contoh
daerah yang kaya akan alat musik tiup adalah Sumatra. Alat musik tiup
tradisional yang berasal dari Pulau Sumatra yaitu serunai dari Sumatra Barat, saluang
dari Sumatra Barat, serangko dari Jambi, sekdu dari Jambi, dan serune kalee
dari Aceh.
Serunai
atau puput serunai dikenal sebagai alat musik khas Minang. Alat musik ini
terbuat dari batang padi, kayu, bambu, tanduk
kerbau, atau daun kelapa. Bentuknya hampir menyerupai terompet yang
dilengkapi dengan beberapa lubang udara. Serunai dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu penatan bunyi, puput, dan corong. Bagian
penatan bunyi terbuat dari kayu atau bambu talang sebesar ibu jari dengan
panjang 20 cm dan diberi 4 lubang berjarak 2,5 cm untuk memberi tinggi rendah
nada. Puput menjadi pangkal tempat meniupkan udara dari mulut. Di bagian ujung,
terdapat corong yang membesar seperti ujung terompet untuk memperkeras suara.
Di sisi serunai biasa dihias dengan motif – motif yang menambah nilai estetika.
Alat musik ini telah dikenal merata di Sumatra Barat. Serunai digunakan untuk
mengiringi upacara adat, upacara perkawinan, hiburan saat memanen padi, serta
sebagai pengiring pertunjukkan pencak silat khas Minang.
Saluang merupakan alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra
Barat. Saluang berbahan dasar bambu tipis atau talang. Rakyat Minangkabau
percaya bahwa bahan terbaik untuk membuat saluang adalah talang untuk jemuran
kain atau talang yang hanyut di sungai. Saluang berukuran panjang 40 cm sampai
60 cm, diameter 3 cm sampai 4 cm, dan ketebalan tidak lebih dari 1 mm. Lubang
saluang ada empat dengan bentuk lingkaran sempurna dan bergaris tengah 0,5 cm.
Bagian ujung atas dan bawah saluang dibiarkan terbuka dan berongga. Bagian atas
untuk meniup dan bagian bawah sebagai tempat keluarnya udara. Secara fisik,
saluang hampir sama dengan seruling bambu biasa. Perbedaan terdapat pada cara
pembuatan saluang yang lebih sederhana dan tempat meniup saluang yang dibuat
lebih meruncing sekitar 45 derajat. Hal utama dalam memainkan alat musik ini
adalah cara meniup dan menarik napas secara bersamaan. Dengan cara ini, pemain
bisa membawakan lagu secara terus menerus tanpa terputus – putus. Saluang biasa
ditampilkan untuk mengiringi upacara adat, acara perkawinan, dan batagak rumah
atau upacara pendirian rumah.
Serangko merupakan alat musik tiup khas Jambi yang terbuat dari tanduk
kerbau dan disambung dengan bambu. Bambu tersebut sudah dilubangi di bagian
sisinya. Panjang serangko bisa mencapai satu meter. Suara yang dihasilkan
cukup keras dan menghasilkan nada melodis dengan mekanisme membuka tutup
lubang. Instrumen ini diciptakan oleh suku Kerinci dengan maksud untuk
mengumpulkan orang pertanda bahwa upacara adat segera akan dimulai, memberi
komando, dan memberi pemberitahuan bila ada musibah kematian.
Selain serangko, Jambi juga memiliki alat musik tiup khas
yang bernama sekdu. Sekdu merupakan instrumen musik tiup yang berbahan dasar bambu
dan berdiameter 1,5 cm. Bentuk sekdu hampir sama dengan seruling bambu. Hanya
saja terdapat bagian peniup yang terbuat dari kayu dan disebut klep peniup. Warna
sekdu biasanya cokelat muda polos tanpa menggunakan ornamen hiasan. Lubang
untuk memainkan nada terdiri dari empat lubang utama. Nada yang dihasilkan hanya
do, re, mi, sol, dan la saja sehingga termasuk alat musik tiup bertangga nada pentatonis.
Sekdu telah digunakan sebagai pengiring upacara adat yang sakral sejak zaman
dulu. Alat musik ini umumnya digunakan oleh masyarakat melayu tua seperti suku
Kerinci, suku Batin, dan suku Kubu.
Daerah Aceh juga memiliki alat musik tiup khas yang disebut serune
kalee. Serune kalee terbuat dari kayu yang kuat dan keras. Bentuk alat musik
ini seperti pentungan, memanjang, lurus, dan bulat. Bagian atasnya kecil dan
membesar di bagian ujung bawah. Ujung bawah dari serune kalee mengembang
seperti kelopak teratai. Serune kalee memiliki lubang – lubang yang cukup besar
sebagai tempat jari memainkan nada. Corak suara yang dihasilkan ada yang serak,
tajam, dinamis, dan mendatangkan semangat. Suara yang dihasilkan keras bahkan bisa
terdengar hingga jarak yang cukup jauh. Warna dasar serune kalee biasanya hitam
tanpa ornamen yang mencolok di sisinya. Alat musik ini telah ada sejak masuknya
Islam ke Aceh. Selain digunakan sebagai pertunjukkan atau pelengkap instrumen pada
alat musik lain, serune kalee juga digunakan sebagai media penyebaran ajaran Islam.
Setiap jenis
alat musik tiup tradisional khas Sumatra di atas menjadi wujud ekspresi
kekayaan budaya yang ada di Indonesia. Alat musik tiup tradisional tersebut
memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari – hari, seperti media hiburan,
media pertunjukkan, media komunikasi, media penyebaran agama, dan media pengiring upacara adat.
Sebagai media hiburan karena alat musik tiup tradisional menghasilkan instrumentalia
yang merdu dan dapat dinikmati, misalnya saja sebagai hiburan saat memanen
padi. Sebagai media pertunjukan karena berbagai alat musik tiup tradisional juga
ditampilkan sebagai sebuah seni untuk dipertunjukkan kepada masyarakat agar
diapresiasi. Sebagai media komunikasi karena ada alat musik tiup tradisional yang digunakan untuk memanggil rakyat, memberikan komando, dan memberi pemberitahuan. Media penyebaran agama artinya alat musik tiup tradisional menjadi
media untuk mengajarkan agama pada masyarakat. Yang terakhir, alat musik tiup tradisional digunakan
sebagai pelengkap untuk mengiringi berbagai upacara adat yang sakral dalam
masyarakat, seperti upacara perkawinan, pendirian rumah, dan berbagai upacara
adat yang lain.
Disusun oleh :
Syallom Gita Maharani
X MIPA 1 / 21
SMA Negeri 3 Surakarta
Disusun oleh :
Syallom Gita Maharani
X MIPA 1 / 21
SMA Negeri 3 Surakarta
OK...delapan delapan
BalasHapus