Rabu, 30 Agustus 2017

TUGAS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI BAHASA INDONESIA

Mengenal Alat Musik Tiup Tradisional Khas Sumatra

Indonesia terdiri atas ribuan pulau yang memiliki beragam seni budaya. Hal ini membuat Indonesia disebut sebagai Negeri Seribu Budaya. Salah satu kekayaan budaya Nusantara dapat dilihat dari berbagai jenis alat musik tradisional yang ada. Alat musik tradisional adalah suatu alat yang diciptakan masyarakat daerah setempat dari bahan sederhana yang bertujuan untuk menghasilkan alunan musik. Cara memainkannya bisa dipukul, ditepuk, digesek, dipetik, atau ditiup. Alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup disebut alat musik tiup. Suara dari alat musik tiup berasal dari kolom udara yang bergetar dalam sebuah resonator. Contoh daerah yang kaya akan alat musik tiup adalah Sumatra. Alat musik tiup tradisional yang berasal dari Pulau Sumatra yaitu serunai dari Sumatra Barat, saluang dari Sumatra Barat, serangko dari Jambi, sekdu dari Jambi, dan serune kalee dari Aceh.
Serunai atau puput serunai dikenal sebagai alat musik khas Minang. Alat musik ini terbuat dari batang padi, kayu, bambu, tanduk kerbau, atau daun kelapa. Bentuknya hampir menyerupai terompet yang dilengkapi dengan beberapa lubang udara. Serunai dibagi menjadi tiga bagian, yaitu penatan bunyi, puput, dan corong. Bagian penatan bunyi terbuat dari kayu atau bambu talang sebesar ibu jari dengan panjang 20 cm dan diberi 4 lubang berjarak 2,5 cm untuk memberi tinggi rendah nada. Puput menjadi pangkal tempat meniupkan udara dari mulut. Di bagian ujung, terdapat corong yang membesar seperti ujung terompet untuk memperkeras suara. Di sisi serunai biasa dihias dengan motif – motif yang menambah nilai estetika. Alat musik ini telah dikenal merata di Sumatra Barat. Serunai digunakan untuk mengiringi upacara adat, upacara perkawinan, hiburan saat memanen padi, serta sebagai pengiring pertunjukkan pencak silat khas Minang.
Saluang merupakan alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Saluang berbahan dasar bambu tipis atau talang. Rakyat Minangkabau percaya bahwa bahan terbaik untuk membuat saluang adalah talang untuk jemuran kain atau talang yang hanyut di sungai. Saluang berukuran panjang 40 cm sampai 60 cm, diameter 3 cm sampai 4 cm, dan ketebalan tidak lebih dari 1 mm. Lubang saluang ada empat dengan bentuk lingkaran sempurna dan bergaris tengah 0,5 cm. Bagian ujung atas dan bawah saluang dibiarkan terbuka dan berongga. Bagian atas untuk meniup dan bagian bawah sebagai tempat keluarnya udara. Secara fisik, saluang hampir sama dengan seruling bambu biasa. Perbedaan terdapat pada cara pembuatan saluang yang lebih sederhana dan tempat meniup saluang yang dibuat lebih meruncing sekitar 45 derajat. Hal utama dalam memainkan alat musik ini adalah cara meniup dan menarik napas secara bersamaan. Dengan cara ini, pemain bisa membawakan lagu secara terus menerus tanpa terputus – putus. Saluang biasa ditampilkan untuk mengiringi upacara adat, acara perkawinan, dan batagak rumah atau upacara pendirian rumah.
Serangko merupakan alat musik tiup khas Jambi yang terbuat dari tanduk kerbau dan disambung dengan bambu. Bambu tersebut sudah dilubangi di bagian sisinya. Panjang serangko bisa mencapai satu meter. Suara yang dihasilkan cukup keras dan menghasilkan nada melodis dengan mekanisme membuka tutup lubang. Instrumen ini diciptakan oleh suku Kerinci dengan maksud untuk mengumpulkan orang pertanda bahwa upacara adat segera akan dimulai, memberi komando, dan memberi pemberitahuan bila ada musibah kematian.

Selain serangko, Jambi juga memiliki alat musik tiup khas yang bernama sekdu. Sekdu merupakan instrumen musik tiup yang berbahan dasar bambu dan berdiameter 1,5 cm. Bentuk sekdu hampir sama dengan seruling bambu. Hanya saja terdapat bagian peniup yang terbuat dari kayu dan disebut klep peniup. Warna sekdu biasanya cokelat muda polos tanpa menggunakan ornamen hiasan. Lubang untuk memainkan nada terdiri dari empat lubang utama. Nada yang dihasilkan hanya do, re, mi, sol, dan la saja sehingga termasuk alat musik tiup bertangga nada pentatonis. Sekdu telah digunakan sebagai pengiring upacara adat yang sakral sejak zaman dulu. Alat musik ini umumnya digunakan oleh masyarakat melayu tua seperti suku Kerinci, suku Batin, dan suku Kubu.  

Daerah Aceh juga memiliki alat musik tiup khas yang disebut serune kalee. Serune kalee terbuat dari kayu yang kuat dan keras. Bentuk alat musik ini seperti pentungan, memanjang, lurus, dan bulat. Bagian atasnya kecil dan membesar di bagian ujung bawah. Ujung bawah dari serune kalee mengembang seperti kelopak teratai. Serune kalee memiliki lubang – lubang yang cukup besar sebagai tempat jari memainkan nada. Corak suara yang dihasilkan ada yang serak, tajam, dinamis, dan mendatangkan semangat. Suara yang dihasilkan keras bahkan bisa terdengar hingga jarak yang cukup jauh. Warna dasar serune kalee biasanya hitam tanpa ornamen yang mencolok di sisinya. Alat musik ini telah ada sejak masuknya Islam ke Aceh. Selain digunakan sebagai pertunjukkan atau pelengkap instrumen pada alat musik lain, serune kalee juga digunakan sebagai media penyebaran ajaran Islam.
            Setiap jenis alat musik tiup tradisional khas Sumatra di atas menjadi wujud ekspresi kekayaan budaya yang ada di Indonesia. Alat musik tiup tradisional tersebut memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari – hari, seperti media hiburan, media pertunjukkan, media komunikasi, media penyebaran agama, dan media pengiring upacara adat. Sebagai media hiburan karena alat musik tiup tradisional menghasilkan instrumentalia yang merdu dan dapat dinikmati, misalnya saja sebagai hiburan saat memanen padi. Sebagai media pertunjukan karena berbagai alat musik tiup tradisional juga ditampilkan sebagai sebuah seni untuk dipertunjukkan kepada masyarakat agar diapresiasi. Sebagai media komunikasi karena ada alat musik tiup tradisional yang digunakan untuk memanggil rakyat, memberikan komando, dan memberi pemberitahuan. Media penyebaran agama artinya alat musik tiup tradisional menjadi media untuk mengajarkan agama pada masyarakat. Yang terakhir, alat musik tiup tradisional digunakan sebagai pelengkap untuk mengiringi berbagai upacara adat yang sakral dalam masyarakat, seperti upacara perkawinan, pendirian rumah, dan berbagai upacara adat yang lain.

Disusun oleh : 
Syallom Gita Maharani
X MIPA 1 / 21
SMA Negeri 3 Surakarta

1 komentar: